Ads Right Header

Buy template blogger

Merebut Cuan dari Labuan Bajo || Siprianus B.Tatu

Foto: Siprianus B. Tatu

Penulis: Siprianus B. Tatu

PIJAKAN RakyatFlores merupakan ekonomi regional di Nusa Tenggara Timur. Ekonomi regional Flores (baca: Ekonomi Flores) sedang berkembang menurut bauran berbagai sumber daya ekonomi yang ada. Harapan ekonominya, Pendapatan Asli Daerah (PAD) atau juga Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perlahan tergenjot naik setiap tahun; pertumbuhan ekonomi Flores bisa terus positif.

Di sisi lain, kesejahteraan ekonomi masyarakat pada sebuah ekonomi regional turut bergantung pada daerahnya. Daerah yang maju (well-developed) didominasi oleh kesejahteraan ekonomi masyarakatnya yang baik. Sebaliknya, kesejahteraan ekonomi masyarakat yang kurang baik menjadi bagian besar pada daerah yang sedang berkembang atau bahkan belum maju (developing or less developed). Lalu, bagaimana ekonomi Flores ini sesungguhnya? Sudah majukah?

Secara ringkas, maju tidaknya ekonomi Flores ini dapat ditelusuri juga dari APBD – APBD kita. APBD sebagai sumber daya modal utama di ekonomi Flores masih punya ketergantungan yang amat tinggi pada dana perimbangan Jakarta. Porsi PAD ke APBD dalam tahun-tahun ini masih bergerak pada kisaran yang minim. Tambahan lagi, besaran APBD – APBD ini jika dibagi kepada setiap orang Flores, maka sebenarnya sebagian besar dari kita belum beranjak jauh atau pun masih berkutat dalam kemiskinan ekstrim (extreme poverty). Kondisi ekonomi Flores ini sejatinya tidak perlu terjadi sebab sumber daya alam kita masih begitu melimpah (abundant natural resources).

Pusat dan Pinggiran 

Dalam sebuah ekonomi regional, ada daerah pusat dan ada daerah-daerah pinggiran (the center - periphery). Daerah pusat adalah yang ekonominya paling baik di antara semua daerah. Daerah pusat biasanya punya PAD atau juga PDRB yang paling tinggi. Di sini juga menumpuk berbagai sumber daya ekonomi. Dalam konteks Pulau Jawa, Jabodetabek adalah the center; di Kepulauan Riau, ada Batam; di Nusa Tenggara ini, ada Bali; atau bila ke ranah ASEAN, Singapura adalah tempat bertemunya berbagai sumber daya ekonomi.

Ekonomi Flores juga memiliki the center – periphery ini. Dalam dekade belakangan, posisinya telah bergeser. Dulu, Flores tengah adalah the center; sekarang, Flores Barat, tepatnya di Labuan Bajo adalah penggantinya. Sementara, the periphery adalah daerah ekonomi lingkar Labuan Bajo, sebagian besar Manggarai Barat yang sedang berkembang, Manggarai Raya lainnya, Ngada, Nagekeo, dan seterusnya ke Timur. Benarkah demikian?

Labuan Bajo yang menjelma jadi kota pariwisata 'super premium' paling banyak menumpuk berbagai sumber daya ekonomi saat ini. Simaklah data ekonominya tahun-tahun terakhir! Kita bisa juga mencermati berbagai infrastrukturnya yang tengah menggeliat di Labuan Bajo atau menghitung PAD dan PDRB. Labuan Bajo sudah melampaui semuanya dan memposisikan pariwisata sebagai sektor ekonomi unggulannya.

Lantas, Apakah yang kemudian boleh digagas saat kita sudah mengetahui the center – periphery ekonomi Flores ini? Menurutku, ini boleh menjadi strategi pengentasan extreme poverty atau juga strategi menggenjot PAD dan PDRB bagi kita di Flores. Penumpukan sumber daya ekonomi terutama sumber daya modal yang ada di Labuan Bajo yang datang dari berbagai penjuru dunia (selain APBD-nya) harus juga membawa dampak kepada Flores seluruhnya. Cara untuk itu tidak lain dari posisi tawar ekonomi dalam hubungan permintaan dan penawaran (demand and supply) antara the center and the periphery. Apakah yang bisa kita tawarkan ke Labuan Bajo supaya sumber daya modal dari sana bisa kita serap?

Jujur saja, mendatangkan sumber daya modal dari Labuan Bajo masih terkendala dengan hubungan pasar yang berisi demand and supply itu sendiri. Ada berbagai contoh yang dapat dipertanyakan dalam relasi demand and supply yang berujung ketidakseimbangan pasar (disequilibrium). Mengapa sayuran dan buah-buahan untuk menghidang para wisatawan di Labuan Bajo lebih didominasi yang dari Sumbawa Timur daripada dari daerah ekonomi lingkar Labuan Bajo atau pun Manggarai? Mengapa tidak pernah kita lihat 'jagung titi' Larantuka menjadi pajangan di toko-toko souvenir Labuan Bajo? Mengapa 'Sopi Culu' yang dekat dengan Labuan Bajo itu tidak menjadi favorit bagi orang Eropa di Labuan Bajo? Mengapa tenaga kerja di hotel-hotel dan kapal pinisi Labuan Bajo justru berasal dari Bali, Jawa, dan bahkan dari Australia? Kenapa para wisatawan yang mampir di Labuan Bajo itu tidak melanjutkan wisatanya ke Wae Rebo, atau Nanga Lok, atau Bena, atau pun Kelimutu tetapi memilih kembali ke Sanur dan Pantai Kuta?

Strategi Merebut 

Mendatangkan sumber daya modal dari Labuan Bajo atau secara gaul kita sebut 'merebut cuan dari Labuan Bajo' membutuhkan beberapa strategi ekonomi guna menjawab berbagai pertanyaan tadi yang tidak menguntungkan secara ekonomi. Strategi - strategi ekonomi tersebut esensinya ialah mencoba mengkombinasikan berbagai sumber daya ekonomi yang ada di Flores ini agar Labuan Bajo tertarik sehingga melakukan demand.

Strategi yang paling prioritas tidak lain dari manajemen sumber daya manusia yang menyentuh aspek kuantitas dan kualitas. Kalau dari segi kuantitasnya, ini bukanlah soal karena jumlah penduduk kita lebih banyak. Tetapi dari segi kualitas, sumber daya manusia ini perlu dibenahi. Kualitasnya harus berorientasi ekonomi atau berorientasi bisnis (business mind) dan memahami pentingnya melakukan supply ke Labuan Bajo untuk merebut cuan yang amat berkelimpahan di sana.

Permisalan sederhana dari signifikannya manajemen sumber daya manusia yang berorientasi bisnis yaitu ketika ratusan wisatawan mengunjungi Labuan Bajo setiap hari, setiap orang Flores harus punya kepekaan ekonomi (sense of economy). Kepekaan ekonomi yang mempertanyakan peluang bisnis apa yang kira-kira manjur jika ditawarkan ke Labuan Bajo. Kepekaan ekonomi ini harus berlandaskan potensi ekonomi unggulan yang benar-benar unik di sekitar kita. Hal demikian tentunya juga perlu dorongan dari semua pihak atau pun secara sederhana dikampanyekan melalui media sosial.

Manakala sudah terjadi pembenahan sumber daya manusia sedemikian, maka strategi kombinasi sumber daya ekonomi lainnya baru dimainkan. Wisatawan-wisatawan yang mengunjungi Labuan Bajo itu kita tarik ke sini dengan manajemen sumber daya alam yang kita miliki. Sumber daya alam yang kita miliki itu, sekali lagi, sangat melimpah dan dengan kombinasinya mampu kita jabarkan lagi dalam banyak strategi ekonomi turunan. Tetapi, Saya ingin menandaskan ketiga hal ini; pembenahan pertanian yang berorientasi organik, optimalisasi tempat-tempat pariwisata, dan ekonomi kreatif pada spot-spot pariwisata yang baru.

Mengapa pertanian yang berorientasi organik ditempatkan sebagai strategi ekonomi turunan yang pertama? Kalau pertaniannya tentu dilandasi oleh karena wisatawan ke Labuan Bajo pasti perlu pangan, lalu sebagian besar orang Flores menggelutinya, dan spontan menempati faktor penyumbang PDRB terbesar. Lalu, (pertanian) berorientasi organik adalah tren dunia saat ini yang sudah menjalar sampai Labuan Bajo.

Tahun lalu, seorang petani menanam ribuan pohon cabe keriting di Wae Reca-Borong-Manggarai Timur. Hasil cabe keriting ini ditaksir beberapa ton dan bernominal ratusan juta rupiah dengan target memenuhi demand hotel kelas dunia di Labuan Bajo. Apa yang kemudian terjadi adalah berton-ton cabe keriting ini tidak menjadi ratusan juta rupiah. Uji organiknya tidak lolos. Inilah mengapa pertanian organik itu penting.

Cuan dari 'kota komodo' ini bisa juga kita raih dengan telah tersedianya tempat-tempat pariwisata yang memadai. Kalau di persawahan sarang laba-laba Cancar, atau di bukit Wolo Bobo-Ngada, atau pun di Danau Kelimutu ada hotel bintang satu, barang tentu lebih banyak lagi wisatawan dari Labuan Bajo yang pergi ke arah Timur. Tetapi, di ketiga tempat wisata itu dan seluruh Flores lainnya tidak banyak hotel mewah sebagaimana di Labuan Bajo. Adalah wajar ketika wisatawan dari Labuan Bajo masih enggan membuang duitnya di tempat-tempat kita. Sekedar lewat saja, selfie di situ, atau pun kalau menginap berarti sehari atau dua hari.

Padahal, patut dicatat bahwa para wisatawan mancanegara punya kebiasaan menghabiskan liburan berbulan-bulan di daerah tropis untuk menghindari pajak di negaranya. Ini adalah peluang ekonomi yang hilang ketika merebut cuan dari Labuan bajo dirintangi dengan tempat-tempat pariwisata yang belum memadai. Maka dari itu, optimalisasi tempat-tempat pariwisata itu perlu digagas.

Beberapa waktu lalu juga, Saya menumpangi sebuah bis malam menuju Ende. Sebelum masuk Bajawa, ada Wolokoro Ecotourism. Om Alo-Gunung Mas menurunkan beberapa wisatawan eropa yang sebelumnya mengunjungi Labuan Bajo. Ini spot pariwisata yang sepertinya baru dan memikat. Ada di hutan bambu yang dingin, situasinya sepi dari kota, dan menyuguhkan suasana pegunungan Ngada yang khas dengan pemandangan kelokan Kajuala yang meliuk bagai ular.

Hanya dengan kreatifitas google map dan aplikasi HP lainnya, spot Wolokoro Ecotourism ini dikenal. Ternyata spot pariwisata yang baru itu cukup menantang bagi wisatawan mancanegara itu. Spot ini juga menciptakan ekonomi kreatif yang lebih menggoda untuk menyajikan kuliner dan souvenir yang khas. Karena spot pariwisata ini baru, ada rasa penasaran saja dari para wisatawan itu. Satu rombongan datang, terkesan, lalu membuat story di FB, IG yang menarik; rombongan lain pun pasti akan terpikat dengan Wolokoro Ecotourism ini.

Salut untuk pemilik Wolokoro Ecotourism, dia berhasil merebut cuan dari Labuan Bajo. Lalu, kita yang lain? Buatlah spot pariwisata baru yang menarik di tempatmu. Pembenahan Wae Wara di Poco Leok-Manggarai, misalnya, akan sangat menarik ketika wisatawan dari Labuan Bajo ingin mandi air panas dan mengunjungi salah satu lokasi calon PLTP terbesar di Indonesia Timur. Contoh lainnya, antara jalan negara Ende-Maumere-Larantuka, banyak hutan-hutan serupa Wolokoro, kita bisa buat lopo - lopo, vila atau homestay yang membuat orang-orang asing ini menginap sebelum ke Kelimutu atau mengikuti semana santa.

Selanjutnya, sudah saatnya APBD kita di Flores ini, pro kepada pariwisata dan ekonomi kreatif. Kalau tidak bisa secara langsung membantu pariwisata dan ekonomi kreatif karena kendala peraturan perundangan, infrastruktur jalan yang memanjakan para wisatawan dari Labuan Bajo harus kita kedepankan.

Ide pembuatan helypad untuk tempat pariwisata tertentu di Flores ini juga cukup menarik. Bisa jadi, suatu saat nanti para wisatawan super tajir seperti para perdana menteri atau presiden negara sahabat mau berkunjung di sela-sela konferensi level dunia di Labuan Bajo pada tahun-tahun yang akan datang. Ini sekilas saja terkait manajemen sumber daya modal.

Pada akhirnya, untuk merebut cuan dari Labuan Bajo, kita harus memberdayakan sumber daya keahlian. Kita tahu bahwa ini faktor produksi turunan dalam alur teori ekonomi. Tetapi, sumber daya keahlian ini menjadi penting ketika kita mengaitkannya dengan pasar tenaga kerja.

Labuan Bajo, menurut data statistik, memiliki pasar tenaga kerja terbaik di Flores. Tetapi, ketika banyak pekerja dari luar pulau yang ada di sana, kita bisa mengatakan bahwa demand terhadap tenaga kerja dari Flores sendiri yang belum optimal. Adalah sangat penting bagi kita untuk mendorong saudara-saudara kita di Flores ini untuk bekerja di Labuan Bajo. Keuntungan bekerja di Labuan Bajo salah satunya adalah dekat dengan kampung halaman kita masing-masing di Flores ini. Akan tetapi, sebelum ke sana, sekali lagi, mereka harus mempunyai keahlian-keahlian tertentu. (Redaksi PR)


Penulis adalah Pemerhati Masalah Ekonomi, sedang merintis The Ranaka Damai Homestay - Cepiwatu - Borong - East Manggarai-Flores.

Previous article
Next article

Ads Atas Artikel

Ads Tengah Artikel 1

Ads Tengah Artikel 2

Ads Bawah Artikel