Ads Right Header

Buy template blogger

Tantangan Besar Sistem Pendidikan Indonesia

Foto Ricardus Jundu (Sumber: dokumen pribadi) 

Tantangan Besar Sistem Pendidikan Indonesia dari Sebuah Catatan Lama yang Tersimpan Rapih di Laptop, saat Nadiem berkiprah dalam dunia pendidikan. 

Penulis: Ricardus Jundu; Editor: Tim Redaksi

Penulis adalah Dosen Unika Santu Paulus Ruteng

PIJAKAN rakyat- Meskipun anggaran pendidikan Indonesia terus meningkat hingga mencapai 20% dari APBN sesuai amanat konstitusi, kualitas pendidikan kita masih menghadapi berbagai masalah serius. 

Berdasarkan laporan terbaru PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2022, kemampuan siswa Indonesia dalam matematika, membaca, dan sains masih jauh di bawah rata-rata negara maju dan bahkan tertinggal dari beberapa negara tetangga di Asia Tenggara.

Lemahnya Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Penelitian Bank Dunia (2020) menunjukkan bahwa 55% lulusan sekolah menengah di Indonesia belum memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi yang dibutuhkan dalam dunia kerja. 

Menurut Prof. Ariel Heryanto dalam bukunya Identity and Pleasure (2018), sistem pembelajaran di Indonesia masih terlalu menekankan pada hafalan daripada logika dan pemahaman mendalam.

Sepertinya, kita perlu mengubah pendekatan mengajar dari sekadar mentransfer pengetahuan menjadi proses belajar aktif yang melibatkan pemahaman dan berpikir kritis.

Kesenjangan Teknologi di Sekolah

Menurut laporan Kemendikbudristek (2023), hanya sekitar 40% sekolah di Indonesia yang memiliki akses internet memadai. Masalah ini sangat terasa saat pandemi COVID-19, di mana banyak siswa kesulitan mengikuti pembelajaran daring.

Di era digital, kesenjangan akses teknologi makin memperlebar ketimpangan pendidikan. Apalagi sekarang, kecerdasan buatan sedang bergerak untuk mendominasi pengembangan teknologi. 

Pendidikan Karakter Masih Terpisah

Hasil studi dari Pusat Penelitian Kebijakan Kemendikbud (2021) menunjukkan bahwa pendidikan karakter di Indonesia belum menjadi bagian utuh dari proses belajar-mengajar. Pendidikan karakter sering kali hanya disisipkan, bukan bagian dari budaya sekolah.

Pendidikan karakter harus menyatu dalam setiap kegiatan pembelajaran dan kehidupan sekolah sehari-hari. Keduanya tidak bisa dilepas-pisahkan tetapi harus menjadi kesatuan secara holistik dalam sistem pendidikan. 

Kurikulum Kurang Sesuai dengan Kebutuhan Dunia Kerja

Survei McKinsey (2021) terhadap 500 perusahaan di Indonesia menemukan bahwa banyak lulusan belum memiliki keterampilan yang dibutuhkan dunia kerja. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan antara isi kurikulum dan realitas dunia kerja.

Perubahan kurikulum pun didorong dan digerakan agar pendidikan hadir untuk menjawab kebutuhan dunia kerja melalui kurikulum merdeka. Kurikulum Merdeka itu diharapkan bisa menjawab tantangan ini dengan memberi fleksibilitas bagi sekolah dalam menyusun pembelajaran sesuai konteks lokal dan global. 

Kualitas Guru dan Pengembangan Profesional

Walau program sertifikasi guru telah meningkatkan pendapatan guru, laporan Bank Dunia (2021) menunjukkan bahwa belum terlihat dampak nyata terhadap kualitas pembelajaran. 

Dengan demikian, selain mendongkrak pendapatan guru, penting juga dilakukan pelatihan guru yang benar-benar berdampak di kelas, bukan sekadar formalitas administratif.

Pentingnya Pendidikan Sosial dan Emosional

Penelitian CIPS (2022) menyatakan bahwa keterampilan sosial dan emosional seperti empati, kerja sama, dan manajemen emosi masih belum menjadi fokus dalam sistem pendidikan kita, padahal keterampilan ini sangat penting di abad ke-21.

Kemampuan berempati dan berkolaborasi sama pentingnya dengan kemampuan akademik. Namun, kita masih saja fokus pada kemampuan akademik. Dorongan perubahan kurikulum menjadi penting agar dunia pendidikan juga serius mengelola kemampuan empati dan kolaborasi. 

Sistem Penilaian yang Terlalu Fokus pada Tes

Studi dari SMERU (2020) menyebutkan bahwa sistem evaluasi pendidikan di Indonesia masih terlalu bergantung pada ujian tertulis yang hanya mengukur hafalan. Padahal, kemampuan berpikir kritis dan penerapan pengetahuan jauh lebih penting.

Kita butuh sistem penilaian yang mengukur kemampuan nyata siswa dalam menggunakan pengetahuan mereka. Terkesan sulit tetapi harus dipersiapkan dan dilaksanakan. Penilaian yang tidak hanya terbatas pada kognitif tetapi juga merambah sampai ke penilaian sikap dan psikomotorik. 

Saatnya Reformasi Pendidikan yang Menyeluruh

Dalam pidatonya pada Hari Pendidikan Nasional 2023, Nadiem Makarim pernah menyampaikan bahwa reformasi pendidikan harus melibatkan semua pihak, bukan hanya soal anggaran atau kurikulum, tetapi juga soal mengubah cara pandang kita terhadap makna belajar.

Laporan OECD (2021) juga menekankan bahwa perbaikan sistem pendidikan Indonesia harus mencakup kualitas guru, manajemen sekolah, kurikulum berbasis kompetensi, dan pemerataan akses pendidikan berkualitas.

Dengan mengatasi berbagai tantangan ini, Indonesia bisa menciptakan sistem pendidikan yang benar-benar siap membentuk generasi emas di tahun 2045.

Bagaimana perubahan dan perbaikan sistem pendidikan Indonesia saat ini? Kita harus menunggu gebrakan perubahannya dan menuliskan kembali di lima tahun yang akan datang. (Redaksi PR

Selamat Hari Pendidikan Nasional 2025 dan Salam Indonesia Emas 2045.

Previous article
Next article

Ads Atas Artikel

Ads Tengah Artikel 1

Ads Tengah Artikel 2

Ads Bawah Artikel