Ads Right Header

Buy template blogger

Kemendagri Dorong E-Voting, KPU dan Bawaslu Ingatkan Risiko Infrastruktur

Gambar Ilustrasi (Sumber: pixabay)

Editor: Tim Redaksi

Jakarta, PIJAKAN rakyat— Rencana penerapan sistem e-voting dalam pemilihan umum di Indonesia kembali mencuat, namun kesiapan infrastruktur digital di berbagai daerah dinilai masih menjadi pekerjaan rumah besar pemerintah dan penyelenggara pemilu.

Wacana ini kembali bergulir setelah Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya, menyebut keberhasilan e-voting dalam pemilihan kepala desa (pilkades) di 1.910 desa sejak tahun 2013 hingga 2023 sebagai dasar kuat untuk melangkah ke pemilihan umum skala nasional, dikutip dari KOMPAS.

"Jadi e-voting ini memungkinkan, sudah berjalan dengan lancar tidak bermasalah. Nah, karena itu, begitu landasan aturannya sudah jelas, panduannya sudah ada, kita dorong Pilkades ini secara digital," kata Bima Arya dalam rapat kerja bersama DPR RI, pada Senin (5/5/2025). Ia menambahkan, "Ini bisa jadi dasar bagi kita untuk melangkah ke babak baru, Pilkada, atau Pileg, atau Pilpres secara digital."

Namun, meski optimismenya tinggi, para pemangku kepentingan pemilu menilai e-voting tidak bisa serta-merta diterapkan tanpa persiapan matang, terutama di wilayah-wilayah yang masih memiliki kendala infrastruktur dasar seperti listrik dan jaringan internet.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Afifuddin, menegaskan bahwa lembaganya hanya menjalankan aturan yang diamanatkan undang-undang. Jika e-voting diatur secara resmi, maka KPU siap melaksanakannya, namun dengan catatan perlunya peningkatan kesiapan teknis.

"Kalau KPU ini kan melaksanakan aturan saja, kalau pun itu dilakukan harus ada persiapan dan lain-lain. Kita ikutin nanti bagaimana UU mengatur," ujar Afifuddin di Kantor DKPP, Jakarta, Selasa (6/5/2025). Ia juga menyebut bahwa hingga kini belum ada simulasi e-voting di lingkungan KPU. “Belum kalau di KPU, mungkin di Pilkades saja,” lanjutnya dikutip dari KOMPAS.

Sementara itu, dari sisi pengawasan, Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, mengingatkan agar wacana ini tidak mengabaikan kenyataan di lapangan, khususnya soal ketersediaan listrik yang stabil.

"Tapi (penerapan e-voting) untuk di Papua (bisa) jadi persoalan juga, di daerah yang listriknya saja kadang mati kadang hidup," ucap Bagja.

Anggota Komisi II DPR RI, Rahmat Saleh, juga sempat menyuarakan dukungannya terhadap e-voting. Ia berpendapat bahwa sistem digital ini bisa menekan biaya pemilu dan mendorong partisipasi pemilih dari generasi muda. Meski demikian, ia menggarisbawahi perlunya perhatian khusus pada kesiapan infrastruktur dan koordinasi antarlembaga sebelum rencana ini benar-benar dijalankan.

Tantangan lain datang dari aspek kepercayaan publik terhadap keamanan data dalam sistem e-voting. Mantan Ketua KPU, Hasyim Asy'ari, pernah mengungkapkan kekhawatirannya bahwa kerahasiaan dan integritas suara bisa dipertanyakan jika sistem digital belum benar-benar kuat.

“Pertanyaannya, siapa yang bisa melacak server (yang berisi data suara), padahal pemilu ada aspek rahasia. Kalau kemudian datanya dipertanyakan, jangan-jangan digeser atau terbaik, itu yang menjadi pertimbangan hakim MK di Jerman membatalkan (e-voting), kembali pakai surat suara manual, kertas,” ujar Hasyim, 22 Maret 2022.

Dengan berbagai pandangan ini, tampak bahwa masa depan e-voting di Indonesia masih memerlukan kajian mendalam dan kesiapan menyeluruh sebelum benar-benar diterapkan dalam pemilu nasional mendatang. (Redaksi PR)

Previous article
Next article

Ads Atas Artikel

Ads Tengah Artikel 1

Ads Tengah Artikel 2

Ads Bawah Artikel